Wednesday, 25 February 2015
Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia
Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru
Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah
pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang
berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Masyarakat keturunan
Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan
tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman
Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden
Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001
yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif
(hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada
tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari
libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai
tahun 2003. Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru
berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah
tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada
pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun
Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek),
Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).
Dengan demikian secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya
Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa.
Orang Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total
untuk merayakan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di
Indonesia kepada Presiden Soeharto sekitar tahun 1966-1967
adalah Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay. Namun,
Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu berlebihan,
dan tetap mengijinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan
budaya tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga
tionghoa dan di tempat yang tertutup, hal inilah yang mendasari
diterbikannya Inpres No. 14/1967. Pada 6 Desember 1967, Presiden
Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang
pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam
instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama,
Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan
di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi
Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap
atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa
termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya
Inpres tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa
termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang
dirayakan secara terbuka. Demikian juga tarian Barongsai dan Liong
dilarang dipertunjukkan. Tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran
Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri
Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan
bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya
dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Hal ini didukung pula
oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB). LPKB menganjurkan keturunan
Tionghoa, antara lain, agar : - Mau melupakan dan tidak menggunakan lagi
nama Tionghoa. - Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli. - Menanggalkan
dan menghilangkan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa, termasuk
bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan tahun baru imlek. Badan
Koordinasi Masalah Cina (BKMC). BKMC berada di bawah BAKIN yang menerbitkan
tak kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu \
"Pedoman Penyelesaian Masalah Cina\" jilid 1 sampai 3. Dalam hal ini,
pemerintahan Soeharto dengan dengan tegas menganggap keturunan Cina dan
kebiasaan serta kebudayaan Cina, termasuk agama, kepercayaan dan adat
istiadat Tionghoa sebagai \"masalah\" yang merongrong negara dan harus
diselesaikan secara tuntas. Kemudian dengan diterbitkannya SE Mendagri
No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18 Nopember 1978 tentang pembatasan
kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang berisi antara
lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat perkawinan bagi yang Beragama
Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu dalam kolom Agama di KTP, yang
di dukung dengan adanya kondisi sejak tahun 1965-an atas penutupan dan
larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal ini menyebabkan terjadi
eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar orang-orang Tionghoa ke
dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik, Buddha bahkan ke
Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan, agama dan adat
istiadat Tionghoa termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek menjadi surut dan
pudar. Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993
menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya. Kemudian Perwakilan
Umat Buddha Indonesia (WALUBI) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93,
tertanggal 11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari
raya agama Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru
Imlek dengan menggotong Toapekong, dan acara Barongsai. Pada tanggal 17 Januari
2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan
Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat
Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan
kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk
merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara
terbuka. Pada Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, Majelis Tinggi Agama
Konghucu Indonesia (MATAKIN) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara
terbuka sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang
Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya. Pada tanggal 19 Januari
2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari
Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Pada saat menghadiri perayaan
Imlek 2553 Kongzili, yang diselenggarakan Matakin dibulan Februari 2002 Masehi,
g lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong” (Sembahyang Tuhan Yang
Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap langit lepas dengan
menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut sesaji, berupa Sam-Poo
(teh, bunga, air jernih), Tee-Liau (teh dan manisan 3 macam), Mi Swa, Ngo Koo
(lima macam buah), sepasang Tebu, dan tidak lupa beberapa peralatan seperti
Hio-Lo (tempat dupa), Swan-Loo (tempat dupa ratus/bubuk), Bun-Loo (tempat
menyempurnakan surat doa) dan Lilin Besar. Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15
Imlek saat bulan purnama, Umat melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada
saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam 23:00-01:00). Upacara
sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara besar ini disebut
Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie). Sembahyang kepada Tuhan adalah wajib
dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi dan malam,
tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.
Pemberi dan penerima, Angpau...Imlek
Para pemberi angpau biasanya adalah pasangan yang
sudah menikah, sementara penerimanya adalah orang
yang belum menikah atau anak kecil.
Beberapa orang memiliki kebiasaan untuk memberi uang
dalam bentuk koin atau berupa lembaran dalam jumlah
banyak supaya penerima tidak bisa memperkirakan jumlah
uang yang ia terima. Masyarakat biasanya juga melarang
anak-anak untuk membuka angpau pada saat masih berkumpul
bersama-sama supaya tidak terjadi kecanggungan di antara
para pemberi angpau (misalnya karena jumlah uang yang
diberikan berbeda).
Mayweather yang Paksa Pacman Bertarung

Pacquiao Tidak Takut dengan Mayweather
LOS ANGELES - Bagi Manny 'Pacman' Pacquiao, pertarungan
melawan Floyd Mayweather Jr hanyalah pertandingan biasa.
Ia tidak takut atau cemas meski media menyebutnya
'pertarungan akbar'. Jagoan Filipina itu juga tidak khawatir
dengan publik Amerika Serikat jika nanti ia harus bermain
di tanah negeri Paman Sam. Namun Pacquiao tetap profesional
dan berlatih mempersiapkan diri dengan serius jelang pertarungan
2 Mei 2015 itu.
"Ini situasi yang biasa saja. Saya sudah sering mengalaminya
seperti ini. Saya tidak merasa takut," ujar Pacquiao mengutip
dari Yahoo Sports, Senin (23/2/2015).
"Pertandingan nanti membuat saya bersemangat, saya sedang berlatih
serius dan yakin akan juara," imbuh perwira Angkatan Darat Filipina
berpangkat Letnan Kolonel itu.
Selain bersemangat, Pacquiao mengaku tambah santai karena dirinya
sudah dipastikan akan melawan Mayweather. Bukan cuma karena soal uang,
tapi lebih ke arah gengsi dan pembuktian sportivitas antara Pacquiao
dan Mayweather.
Saat ini Pacquiao terus bersiap bersama pelatihnya, Freddie Roach.
Berbagai jenis latihan dilahapnya, mulai berlari, memukul karung tinju
sampai melatih reaksi dan kecepatan sejak minggu lalu.
Professional boxing career (Many Paquiao)
4.1 Light Flyweight
4.2 Flyweight
4.2.1 Pacquiao vs. Sasakul
4.3 Super Bantamweight
4.3.1 Pacquiao vs. Ledwaba
4.4 Featherweight
4.4.1 Pacquiao vs. Barrera I
4.4.2 Pacquiao vs. Márquez I
4.5 Super Featherweight
4.5.1 Pacquiao vs. Morales I
4.5.2 Pacquiao vs. Morales II
4.5.3 Pacquiao vs. Larios
4.5.4 Pacquiao vs. Morales III
4.5.5 Pacquiao vs. Barrera II
4.5.6 Pacquiao vs. Márquez II
4.6 Lightweight
4.6.1 Pacquiao vs. Díaz
4.7 Welterweight
4.7.1 Pacquiao vs. De La Hoya
4.8 Light Welterweight
4.8.1 Pacquiao vs. Hatton
4.9 Return to welterweight
4.9.1 Pacquiao vs. Cotto
4.9.2 Negotiations with Floyd Mayweather
4.9.3 Pacquiao vs. Clottey
4.10 Light Middleweight
4.10.1 Pacquiao vs. Margarito
4.11 Second return to welterweight
4.11.1 Pacquiao vs. Mosley
4.11.2 Pacquiao vs. Márquez III
4.11.3 Pacquiao vs. Bradley
4.11.4 Pacquiao vs. Márquez IV
4.11.5 Pacquiao vs. Rios
4.11.6 Pacquiao vs. Bradley II
4.11.7 Pacquiao vs. Algieri
4.11.8 Pacquiao vs. Mayweather
melawan Floyd Mayweather Jr hanyalah pertandingan biasa.
Ia tidak takut atau cemas meski media menyebutnya
'pertarungan akbar'. Jagoan Filipina itu juga tidak khawatir
dengan publik Amerika Serikat jika nanti ia harus bermain
di tanah negeri Paman Sam. Namun Pacquiao tetap profesional
dan berlatih mempersiapkan diri dengan serius jelang pertarungan
2 Mei 2015 itu.
"Ini situasi yang biasa saja. Saya sudah sering mengalaminya
seperti ini. Saya tidak merasa takut," ujar Pacquiao mengutip
dari Yahoo Sports, Senin (23/2/2015).
"Pertandingan nanti membuat saya bersemangat, saya sedang berlatih
serius dan yakin akan juara," imbuh perwira Angkatan Darat Filipina
berpangkat Letnan Kolonel itu.
Selain bersemangat, Pacquiao mengaku tambah santai karena dirinya
sudah dipastikan akan melawan Mayweather. Bukan cuma karena soal uang,
tapi lebih ke arah gengsi dan pembuktian sportivitas antara Pacquiao
dan Mayweather.
Saat ini Pacquiao terus bersiap bersama pelatihnya, Freddie Roach.
Berbagai jenis latihan dilahapnya, mulai berlari, memukul karung tinju
sampai melatih reaksi dan kecepatan sejak minggu lalu.
Professional boxing career (Many Paquiao)
4.1 Light Flyweight
4.2 Flyweight
4.2.1 Pacquiao vs. Sasakul
4.3 Super Bantamweight
4.3.1 Pacquiao vs. Ledwaba
4.4 Featherweight
4.4.1 Pacquiao vs. Barrera I
4.4.2 Pacquiao vs. Márquez I
4.5 Super Featherweight
4.5.1 Pacquiao vs. Morales I
4.5.2 Pacquiao vs. Morales II
4.5.3 Pacquiao vs. Larios
4.5.4 Pacquiao vs. Morales III
4.5.5 Pacquiao vs. Barrera II
4.5.6 Pacquiao vs. Márquez II
4.6 Lightweight
4.6.1 Pacquiao vs. Díaz
4.7 Welterweight
4.7.1 Pacquiao vs. De La Hoya
4.8 Light Welterweight
4.8.1 Pacquiao vs. Hatton
4.9 Return to welterweight
4.9.1 Pacquiao vs. Cotto
4.9.2 Negotiations with Floyd Mayweather
4.9.3 Pacquiao vs. Clottey
4.10 Light Middleweight
4.10.1 Pacquiao vs. Margarito
4.11 Second return to welterweight
4.11.1 Pacquiao vs. Mosley
4.11.2 Pacquiao vs. Márquez III
4.11.3 Pacquiao vs. Bradley
4.11.4 Pacquiao vs. Márquez IV
4.11.5 Pacquiao vs. Rios
4.11.6 Pacquiao vs. Bradley II
4.11.7 Pacquiao vs. Algieri
4.11.8 Pacquiao vs. Mayweather
manny pacquiao vs floyd mayweather 2 mei
LAS VEGAS – Laga yang mempertemukan Floyd Mayweather Jr.
melawan Manny Pacquiao akan digelar di MGM Grand Arena,
Las Vegas, Amerika Serikat, 2 Mei 2015. Menyusul kepastian
laga akbar tersebut, banyak orang memberikan penilaiannya
akan jalannya partai tersebut.
Kali ini komentar datang dari Jeff Mayweather yang notabene
merupakan sepupu dari Mayweather Jr. Bahkan, mantan petinju
yang turun di kelas bulu itu mengatakan sepupunya akan
mengalahkan Pacman – julukan dari Pacquiao di ronde-ronde
awal laga.
“Gaya tinju dia (Mayweather Jr.) sangat sulit untuk diprediksi.
Dia tak melakukan hal yang sama di tiap laganya. Itu yang membuat
saya yakin ia hanya butuh dua atau tiga ronde saja untuk
menumbangkan Pacman,” jelas Jeff seperti mengutip Fight Hype,
Sabtu (21/2/2015).
Selain itu, pria berusia 50 tahun itu juga senang menyambut laga
ini dan berharap semua orang menghentikan segala omongannya terkait
pertandingan tersebut.
“Pertandingan ini sangat baik untuk kelanjutan tinju itu sendiri.
Ini adalah laga yang ditunggu banyak orang dan kini saat yang tepat
bagi semua orang untuk menutup mulut mereka dengan uang yang mereka
miliki,” urainya.
Fights of the decade
decade in review takes to the ring for a series of boxing-related top-fives. Next up is the fights of the decade, featuring five sensational bouts that electrified the sport.
Share your thoughts and comments below.
5. Israel Vazquez beats Rafael Marquez, August 4, 2007 – WBC super bantamweight title.
This was one of the most anticipated rematches in recent history, following a classic encounter in March 2007 that ended when Vazquez suffered an injury to his nose.
The second version did not disappoint, as Vazquez and Marquez put together another bout featuring all-action intensity and a frenetic pace at the Dodge Arena in Hidalgo, Texas, five months after their first fight.
This time it was Vazquez who came out on top, despite being cut above both eyes in another torrid slugfest.
Vazquez floored Marquez with a left hook early in the sixth round and forced a stoppage with a blistering subsequent attack.
4. Juan Manuel Marquez draws with Manny Pacquiao, May 8, 2004 – WBA and IBF featherweight titles.
This fight did plenty to boost the reputations of both fighters, but it almost came to an end within the first round.
Pacquiao started like a steam train, unleashing flurries of punches upon Marquez in the opening exchanges and had his opponent on the canvas after only 90 seconds.
Two more knockdowns followed in the same round, but Marquez survived and gradually worked his way into the fight.
The scorecards caused controversy, with one judge scoring it 115-110 for Pacquiao, another 115-110 for Marquez, and a third, Bert Clements, 113-113. It later emerged that Clements had erroneously scored the first round 10-7 to Pacquiao, when it should have been 10-6 due to the three knockdowns.
3. Erik Morales beats Marco Antonio Barrera, February 19, 2000 – WBC and WBO Super bantamweight titles.
The first great bout of the 2000s also marked the start of a storied trilogy between a pair of modern greats.
Morales and Barrera refused to take a backward step, pummeling each other for 12 exhausting and thrilling rounds in a matchup that brought the Mandalay Bay crowd, and surely a fair share of the HBO viewing audience, to its feet.
In the end it was Morales who claimed a split decision, controversially, with many observers insisting that Barrera's efforts in the final round, when he knocked Morales down in the final minute, should have earned him the victory.
2. Micky Ward beats Arturo Gatti, May 18, 2002.
Two of boxing's biggest crowd-pleasers went head-to-head at the Mohegan Sun in Connecticut in what quickly would turn into a battle for the ages.
Ward and Gatti both withstood a tremendous amount of punishment, pounding away with astonishing ferocity.
An amazing ninth round saw Ward knock Gatti down with a vicious left to the body and he appeared to be on course for a knockout. But Gatti refused to wilt, finding incredible reserves of strength to fight back to keep the contest alive.
Ward went on to win a majority decision, but the rousing ovation the fighters received meant there was no real loser on this night.
1. Diego Corrales beats Jose Luis Castillo, May 7, 2005 – WBO and WBC lightweight titles.
The crowd was sparse at the Mandalay Bay Convention Center, but those in attendance and watching on television saw 10 rounds of boxing they would never forget.
All throughout the contest, Corrales and Castillo stood toe-to-toe, slugging it out in an epic battle of willpower and tenacity, culminating with an epic comeback and dramatic conclusion.
Both gladiators entered what would be the decisive 10th round exhausted and roughed up, with swollen eyes and bloodied faces. Castillo appeared ready to seal the victory when he twice sent Corrales sprawling to the canvas, both times courtesy of brutal left hooks.
However, Corrales regained his footing and his composure, gaining extra recovery time by spitting out his mouthpiece (even though it cost him a point). Then Corrales somehow produced a devastating right hand that turned the fight on its head. Following up with a flurry of punches, he backed Castillo on to the ropes, and with the Mexican unable to defend himself, referee Tony Weeks had no choice but to step in and call the fight.
Corrales was killed in a motorcycle accident exactly two years after the fight. And although Castillo won a rematch against Corrales five months after their first fight, he has never been the same fighter since.
On this night, though, they were kings, and they combined to put together a contest that will live on in boxing history.
melawan Manny Pacquiao akan digelar di MGM Grand Arena,
Las Vegas, Amerika Serikat, 2 Mei 2015. Menyusul kepastian
laga akbar tersebut, banyak orang memberikan penilaiannya
akan jalannya partai tersebut.
Kali ini komentar datang dari Jeff Mayweather yang notabene
merupakan sepupu dari Mayweather Jr. Bahkan, mantan petinju
yang turun di kelas bulu itu mengatakan sepupunya akan
mengalahkan Pacman – julukan dari Pacquiao di ronde-ronde
awal laga.
“Gaya tinju dia (Mayweather Jr.) sangat sulit untuk diprediksi.
Dia tak melakukan hal yang sama di tiap laganya. Itu yang membuat
saya yakin ia hanya butuh dua atau tiga ronde saja untuk
menumbangkan Pacman,” jelas Jeff seperti mengutip Fight Hype,
Sabtu (21/2/2015).
Selain itu, pria berusia 50 tahun itu juga senang menyambut laga
ini dan berharap semua orang menghentikan segala omongannya terkait
pertandingan tersebut.
“Pertandingan ini sangat baik untuk kelanjutan tinju itu sendiri.
Ini adalah laga yang ditunggu banyak orang dan kini saat yang tepat
bagi semua orang untuk menutup mulut mereka dengan uang yang mereka
miliki,” urainya.
Fights of the decade
decade in review takes to the ring for a series of boxing-related top-fives. Next up is the fights of the decade, featuring five sensational bouts that electrified the sport.
Share your thoughts and comments below.
5. Israel Vazquez beats Rafael Marquez, August 4, 2007 – WBC super bantamweight title.
This was one of the most anticipated rematches in recent history, following a classic encounter in March 2007 that ended when Vazquez suffered an injury to his nose.
The second version did not disappoint, as Vazquez and Marquez put together another bout featuring all-action intensity and a frenetic pace at the Dodge Arena in Hidalgo, Texas, five months after their first fight.
This time it was Vazquez who came out on top, despite being cut above both eyes in another torrid slugfest.
Vazquez floored Marquez with a left hook early in the sixth round and forced a stoppage with a blistering subsequent attack.
4. Juan Manuel Marquez draws with Manny Pacquiao, May 8, 2004 – WBA and IBF featherweight titles.
This fight did plenty to boost the reputations of both fighters, but it almost came to an end within the first round.
Pacquiao started like a steam train, unleashing flurries of punches upon Marquez in the opening exchanges and had his opponent on the canvas after only 90 seconds.
Two more knockdowns followed in the same round, but Marquez survived and gradually worked his way into the fight.
The scorecards caused controversy, with one judge scoring it 115-110 for Pacquiao, another 115-110 for Marquez, and a third, Bert Clements, 113-113. It later emerged that Clements had erroneously scored the first round 10-7 to Pacquiao, when it should have been 10-6 due to the three knockdowns.
3. Erik Morales beats Marco Antonio Barrera, February 19, 2000 – WBC and WBO Super bantamweight titles.
The first great bout of the 2000s also marked the start of a storied trilogy between a pair of modern greats.
Morales and Barrera refused to take a backward step, pummeling each other for 12 exhausting and thrilling rounds in a matchup that brought the Mandalay Bay crowd, and surely a fair share of the HBO viewing audience, to its feet.
In the end it was Morales who claimed a split decision, controversially, with many observers insisting that Barrera's efforts in the final round, when he knocked Morales down in the final minute, should have earned him the victory.
2. Micky Ward beats Arturo Gatti, May 18, 2002.
Two of boxing's biggest crowd-pleasers went head-to-head at the Mohegan Sun in Connecticut in what quickly would turn into a battle for the ages.
Ward and Gatti both withstood a tremendous amount of punishment, pounding away with astonishing ferocity.
An amazing ninth round saw Ward knock Gatti down with a vicious left to the body and he appeared to be on course for a knockout. But Gatti refused to wilt, finding incredible reserves of strength to fight back to keep the contest alive.
Ward went on to win a majority decision, but the rousing ovation the fighters received meant there was no real loser on this night.
1. Diego Corrales beats Jose Luis Castillo, May 7, 2005 – WBO and WBC lightweight titles.
The crowd was sparse at the Mandalay Bay Convention Center, but those in attendance and watching on television saw 10 rounds of boxing they would never forget.
All throughout the contest, Corrales and Castillo stood toe-to-toe, slugging it out in an epic battle of willpower and tenacity, culminating with an epic comeback and dramatic conclusion.
Both gladiators entered what would be the decisive 10th round exhausted and roughed up, with swollen eyes and bloodied faces. Castillo appeared ready to seal the victory when he twice sent Corrales sprawling to the canvas, both times courtesy of brutal left hooks.
However, Corrales regained his footing and his composure, gaining extra recovery time by spitting out his mouthpiece (even though it cost him a point). Then Corrales somehow produced a devastating right hand that turned the fight on its head. Following up with a flurry of punches, he backed Castillo on to the ropes, and with the Mexican unable to defend himself, referee Tony Weeks had no choice but to step in and call the fight.
Corrales was killed in a motorcycle accident exactly two years after the fight. And although Castillo won a rematch against Corrales five months after their first fight, he has never been the same fighter since.
On this night, though, they were kings, and they combined to put together a contest that will live on in boxing history.
Subscribe to:
Posts (Atom)